Lasusua, Koransultra.com – Sejumlah warga Desa Lapolu Kecamatan Tiwu, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra), melakukan aksi Demo didepan kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tanpanama, di Bundaran simpang Delapan Swawindu Kota Lasusua.
Aksi demo warga tersebut dipicu lantaran sikap oknum karyawan sekaligus kepala Unit PDAM Tiwu yang berlaga menakut-nakuti saat menagih dengan membawa Senjata Tajam (Sajam) berupa Parang.
“Apapun alasannya, ketika anda membawa Parang dalam konteks menagih, akan ditanggapi warga secara negatif,” ungkap Kordinator lapangan (Korlap) Bahar, Rabu (5/12/2018).
Selain persoalan Sajam, warga juga menuntut kepada Kepala PDAM soal pencabutan Meteran Air di Desa Lapolu tanpa melakukan Musyawarah terlebih dahulu.
“Arogansi Kepala Unit PDAM Tiwu terlalu tinggi, mereka sepertinya tidak paham undang – undang no 8 tahun 1999 di pasal 2 dan 4 tentang perlindungan konsumen. Kami juga ingin ketemu dengan Direktur PDAM untuk berdiskusi terkait pencabutan Meteran Air ini,” tegas perwakilan masyarakat Desa Lapolu, Emil Salim.
Sementara, kepala unit PDAM kecamatan Tiwu, Faisal mengakui soal dirinya membawa Parang saat menagih.
“Itu bagian tehnik PDAM. Memang saya selalu bawa Parang untuk perbaikan dan juga membawa Rekening penagihan, Kebetulan saat itu ada yang diperbaiki di belakang rumah warga, itupun parang saya gantung di Motor,” Katanya.
Ditempat terpisah, Direktur PDAM Tirta Tampanama, Jumadi melalui kepala Bagian ( Kabag ) Administrasi Umum, Zainuddin mengaku tidak mengetahui pasti persoalan yang terjadi di Desa tersebut.
“Baru hari ini saya tahu, saat warga lakukan demo,” katanya.
Menurutnya, persoalan Desa Lapolu merupakan persoalan sudah lama. Warga meminta kebijakan khusus terkait pembayaran air kepada PDAM. Sebab Bak penampung PDAM berada di lokasi salah satu warga desa.
“Kami telah lakukan Musyawarah antara pihak PDAM dan warga terkait permintaan warga adanya kebijakan khusus, tetapi belum ada kesepakatan. Nanti kalau Direktur pulang dari jakarta, kami diskusikan kembali, karena bukan saya yang jadi penentu kebijakan,” ujarnya.
Kontributor : Fyan