Rumah warga yang berada di bawah berdirinya PLTS terlihat rusak parah akibat longsor dari bukit yang kini telah di tinggalkan pemiliknya, Foto: Kasran.
Rumah warga yang berada di bawah berdirinya PLTS terlihat rusak parah akibat longsor dari bukit yang kini telah di tinggalkan pemiliknya, Foto: Kasran.

Andoolo, Koran Sultra – Pembangunan pembangkit listrik bertenaga surya (PLTS) di Desa Tambeanga Kecamatan Laonti Kabupaen Konawe selatan (konsel) Provinsi Sulawesi tanggara (sultra) menuai sorotan dari masyarakat setempat.

Mengapa tidak, dalam pembangunanya yang harus berdasarkan musyawarah Desa namun, hal tersebut tidak di lakukan oleh pihak yang berwenang. Dari hasil pantaun koran ini di lokasi menghimpunkan, PLTS yang didirikan di atas bukit tidak refresentatif mengapa, konstruksi tanah yang rawan longsor dapat mengakibatkan kerusakan pada bagunan PLTS terus minimnya infrastruktu pendukung bangunan. Sementara dimana tempat beradanya bangunan pada tanah yang tergolong labil dan mudah longsor.

Arsat (50) salah seorang tokoh masyarakat desa yang sempat di temui awak koran sultra mengatakan, lokasi dimana tempat berdirinya PLTS berada pada tanah yang sering terjadinya longsor dan bahkan hal tersebut terjadi setiap tahunya.

” betul bukit tempat berdirinya banguna PLTS itu longsor terus setiap tahun, bahkan rumah yang berada di bawanya sekarang sudah di tinggalkan orangya, karena setiap longsor pasti rumahnya ikut rusak,” ungkap Arsat dinhari (29/8/16).

Sementara itu, kepala Desa Tambeanga Harno (44) mengungkapkan, di awal pembangunan PLTS pada pertengahan Maret 2016 bersumber dari APBN sekitar 5 Milyar lebih yang terbagi di dua titik telah banyak menuai sorotan dari masyarakat bahkan pemerintah setempat. Menurut Harno, dalam pegerjaan PLTS tersebut tidak adanya keterbukaan dari pihak kontraktor misalnya, papan proyeknya tidak ada.

” ini ada permainan antara kontraktor dengan pemerintah desa sebelumya yaitu Lukman (eks Kades),” ungkapnya.

Di katakan Harno,anehya lagi seperti dalam petunjuk pelaksanaan lokasi atau lahan pembagunan PLTS masyarakat di bebankan untuk membayar konpensasi ganti rugi dengan besaran Rp.100.000 per KK dengan jumlah KK 140. Sementara lahan tersebut telah di hibahkan.

” ini kan sudah pungutan liar, Atnand (eks plt Kades) bersama kawanya Lukman yang juga mantan kepala Desa tambeanga yang menjadi dalang dari semuah ini, karena di ketahui tempat berdirinya PLTS berada di lokasi mantan plt Kades akan tetapi lokasi tersebut telah di hibahkan sebelumya,” sebut Harno.

Lanjutya, kemudian pula (eks Plt Kades) tersebut akan memberika denda kepada masyarakat sebanyak Rp.500.000 apabilah masyarakat tidak membersikan lokasi PLTS yang di akuinya sebagai lahanya serta mengancam akan menutup akses serta mobilisasi ketempat PLTS apabilah masyarakat tidak menuruti hal tersebut.

” ini aneh, lahan yang sudah di hibahkan di akunya masih punya dia, saya menduga ini ada kerjasama dengan pihak kontraktor ” kesalnya.

kepengurusan OMS juga tidak adanya tranparansi kepada masyarakat karena di lakukan tanpa melalui musyawara desa melainkan adanya penunjukan lagsung tanpa melibatkan masyarakat.

” saya bersama masyarakat sudah melaporkan hal ini kepada Bupati dengan DPR untuk menindaklanjuti laporan kami,” tegas Harno.

Kontributor : Kasran
Desain Terbaru

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here