Kolaka, Koran Sultra – Setelah kondisi kehidupan yang dijalani Pria Paruh baya ini di posting pada salah satu jejaring sosial milik seorang jurnalis asal Kolaka, kini para Dermawan mulai berdatangan ke “gubuk” Hamzah di Desa Pesouha Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara untuk memberikan bantuan uluran tangan.
Kehidupan Memprihatinkan yang dijalani pria paruh baya ini dan ditambah dengan kondisinya yang lumpuh, tinggal disebuah kandang kambing milik warga, di desa Pesouha, kecamatan Pomalaa, kabupaten Kolaka, bersama tiga anaknya. Pria kelahiran Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) tersebut.
Sebelumnya Hamzah merupakan korban pelarian konflik berdarah di kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) beberapa tahun yang lalu.
Hamzah (57), yang pernah menetap di kabupaten Poso (Sulteng) sejak tahun 80 an, yang tinggal disebuah kandang kambing milik Almarhum Pa Giri, warga di desa Pesouha, kecamatan Pomalaa, kabupaten Kolaka, bersama tiga anaknya. Dia bersama Nur Jannah istri tercinta meninggalkan harta bendanya di kabupaten Poso, saat konflik berdarah yang berbau SARA pecah pada tahun 1998, hingga dirinya bersama istri mengungsi untuk mencari wilayah yang dianggapnya aman.
Dalam pelariannya, Hamzah bersama sang istri hidup dari belas kasih orang yang ditemuinya di jalan, hingga dirinya terdampar di kecamatan Pomalaa, kabupaten Kolaka. Namun apa daya, tinggal disebuah daerah yang dikenal dengan hasil tambangnya, tidak menjadi jaminan untuk hidup lebih baik, apalagi mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Derah (Pemda), dengan status pendatang dari wilayah bekas konflik.
Sambil meneteskan air mata, Hamzah menceritakan, saat dirinya menginjakkan kaki di kecamatan Pomalaa, di mana anak pertamanya lahir di sebuah bekas kandang ayam milik warga yang ditempatinya, di area pasar Dawi-dawi, kecamatan Pomalaa, kabupaten Kolaka, pada tahun 2011 lalu. “Sementara anak kedua yang lahir pada tahun 2012 dan anak ketiga lahir pada tahun 2013, dilahirkan di sini (Bekas kandang kambing milik warga),” ungkapnya sesekali mengusap air matanya.
Meski ketiga anaknya terbilang telah cukup usia untuk bersekolah, namun apa daya, Hamzah yang kini menderita penyakit lumpuh tidak dapat menyekolahkan anaknya lantaran tidak memiliki biaya. “Untuk keperluan hidup sehari-hari saja, masih berharap belas kasih dari orang lain yang datang, tapi paling sering saya, istri dan ketiga anak saya hanya memakan daun ubi yang ditanam di samping kandang kambing, untuk bisa bertahan hidup,” ujarnya sembari memeluk ketiga anaknya.
Penderitaan Hamzah bersama ketiga anaknya yang hidup di bekas kandang kambing terasa lengkap, saat satu bulan yang lalu istri tercintanya pergi meninggalkannya, lantaran tidak tahan setiap harinya memakan daun ubi, serta tidur di bekas kandang kambing.
Hamzah tidak bisa berharap banyak kepada pemerintah kabupaten Kolaka, sebab, jangankan untuk mendapatkan pendidikan untuk anaknya dan biaya pengobatan untuk dirinya secara gratis, sebagaimana program dari pemerintah mulai tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten, hanya sekedar mendapat surat keterangan domisili untuk pembuatan KTP saja ditolah oleh pemerintah setempat. Meski beberapa kali Babinsa desa Pesouha, kecamatan Pomalaa Serda Natan, menyarankan ke pemerintah desa untuk pembuatannya, namun selalu ditolak, dengan alasan tidak memiliki surat keterangan pindah dari daerah asal.