Kendari, Koransultra.com – Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Herianto Amk, akhirnya angkat bicara terkait pernyataan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sultra yang menyebut bahwa profesi perawat adalah paramedis dan tidak boleh sebagai direktur Rumah Sakit.
Persoalan ini menyusul kecaman yang dilakukan oleh IDI Sultra terhadap Direktur Rumah Sakit Konawe Utara (konut), Hasrawan yang berlatar belakang pendidikan Perawat. Menurut Herianto, pernyataan yang dilakukan oleh IDI Sultra itu dinilai mendiskriminasi profesi perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
“Saya mengakui keberadaan Undang Undang (UU) nomor 44 tahun 2009 pasal 34 tentang Rumah Sakit, tetapi kan ini kita kembali menyesuaikan dengan kondisi di daerah tersebut. Sebagaimana yang tertuang dalam UU No 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Pemda), bahwa dalam pengembangan potensi satuan perangkat kerja daerah (SKPD) sperti Rumah sakit, itu menjadi kewengan Pemda sebagai otonomi daerah,”ujar Herianto, saat dikonfirmasi via telpon selularnya, Jumat (04/08/2017).
Sementara itu, Herianto yang juga merupakan Politikus fraksi partai Golkar mengungkapkan, adanya UU tentang rumah sakit yang di sebutkan IDI Sultra, dinilai sangat bertentangan dengan prfesi perawat dan organisasi profesi (OP), tenaga kesehatan lainnya dalam mengembangkan karirnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) seperti yang diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Perlu diketahui, Profesi Perawat itu bukan pembantu yang disebut paramedis dan ini sudah diakui dalam UU Keperawatan No 38 2014. Perawat dan tenaga kesehatan lainnya sama – sama punya hak untuk mengembangkan karirnya didaerah tersebut. Apalagi wakil Bupati Konut, sudah mengakui bahwa memang tidak satupun dokter yang memenuhi syarat di daerah tersebut, sehingga pihaknya menunjuk Hasrawan sebagai Direktur Rumah Sakit,”ungkapnya.
Sebagai Organisasi kesehatan terbesar di Indonesia, Herianto akan mengawal polemik ini hingga kepusat. Namun pihaknya meminta kepada Hasrawan yakni yang dinilai sebagai korban pada persoalan ini, untuk segera melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena produk hukum ini dinilai sangat mendiskriminasi dan tidak berpihak pada profesi tenaga kesehatan lainnya,”jelas mantan pengurus KNPI (Kesatuan Nasional Pemuda Indonesia) ini.
Untuk diketahui, “Judicial Review” (hak uji materil) merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk – produk hukum yang dihasilkan oleh ekesekutif legislatif maupun yudikatif dihadapan konstitusi yang berlaku.
Laporan : Wayan Sukanta