Oleh: Mustafa
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Nasional Jakarta
Rekam jejak orde baru sejak berkuasa selama 32 tahun lamanya, gaya rezim otoriter nya pun tumbang oleh gerakan mahasiswa, dengan puncak capain adalah reformasi total pada sistem pemerintahan Negara. Peristiwa itu pun akhirnya menjadi bukti sejarah, selalu terkenang bahkan tidak akan pernah sirna dalam ingatan masa ke masa, bila menoleh betapa kejamnya rezim otoriter pada masa silam itu.
Seakan, Rezim itu ingin kembali dibangun atau di gaungkan dimasa periode ke dua pemerintahan presiden Jokowi – Maaruf Amin. Hal ini terlihat, beberapa waktu lalu, atas munculnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang mana dapat menghianati dari pada cita-cita Reformasi dalam artian tatanan hidup bangsa yang menganut sistem demokrasi.
Beberapa minggu lalu, Presiden Jokowi, sempat menyebutkan “Mohon ini di dukung, jangan lama-lama, jangan di sulit-sulitin, karena ini sekali lagi untuk cipta lapangan kerja”, Terang Presiden, di kutip dari laman Setkab, Selasa (18/2/2020 ).
Omnibus Law adalah merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang subtansi, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
Sesuai Draft Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja oleh pihak Pemerintah kepada Pimpinan DPR RI tertanggal 12 Februari 2020, menuai banyak kritikan dan kecaman dari berbagai pihak. Diantaranya, dari kalangan Organisasi Kepemudaan (OKP), dominasi kritikan Mahasiswa itu, karena banyaknya pasal-pasal bermasalah, dan dianggap berpotensi merusak tatanan hukum berbangsa dan ber-Negera di Bumi Pertiwi (Indonesia, red)
Berangkat dari itu, maka respon untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia yang stagnan membuat Pemerintah ingin menggenjot Investasi dengan membuat Undang-Undang sapu jagat yang mempermudah investasi asing masuk ke Indonesia.
Gejolak penolakan mucul dimana-mana, lantaran keinginan Pemerintah Pusat, dinilai ingin mengorbankan banyak aspek lapisan masyarakat hanya untuk kepentingan para pengusaha asing yang berinvetasi di Indonesia.
Ironisnya, ini terkesan tersembunyi sebab tidak melibatkan para stakeholder dan hanya sedikit saja yang tahu. Bahkan tidak transparannya proses pembuatan RUU Cipta Kerja ini (Omnibus Law), setelah Pemerintah pusat menyampaikan bahwa ada sebanyak 82 Undang-Undang yang berdampak penyederhanaan Perizinan Tanah, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan dan Perlindungan Investasi Lokal. Semua ini, maka pihak asing akan jauh lebih mudah masuk di Indonsia. Diantaranya, seperti kemudahan dalam membuka usaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah pusat dalam kawasan ekonomi khusus.
Selain itu, Presiden Asosiasi Pekerja RI, Mira Sumirat, ketika mengisi materi Dialog Publik Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia ( KAMMI ) Pusat beberapa hari yang lalu, menyampaikan, bahwa KAMMI adalah amanat penderitaan rakyat untuk itu harus terus mengawal Reformasi karena rezim ini seperti Penjajah yang telah memperkerjakan pekerja dengan kerja paksa, tanpa menyerap norma-norma di dalam pembukaan Dasar dan UUD NKRI Tahun 1945. Dikutip dari Dialog Publik “KAMMI PUSAT” Omnibus Law Menuju Otoritarisme Baru, pada Selasa (25/2/2020).
Untuk itu, betapa pentingnya pengawasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini, karena ini adalah bentuk penghiataan kepada jalannya tatan sistem demokrasi yang ada di Indonesia terlebih lagi pada semangat cita-cita kemerdakaan dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia.