Kolaka, Koran Sultra – Salah seorang warga kabupaten kolaka mengeluhkan pelayanan di rumah sakit umum benyamin guluh kolaka, pasalnya pasien yang mendapat perawatan inap dengan menggunakan kartu bebas biaya berobat (Bahteramas), ternyata masih saja di bebankan biaya yang menurutnya tidak jelas peruntukannya untuk apa, sehingga pihak pasien beserta keluarga pasien sangat kecewa dengan tindakan pihak Rumah Sakit yang meminta bayaran yang kurang jelas.
Fitri saat di temui di kamar rawat inapnya senin ( 24/10) menceritakan bahwa dirinya masuk kerumah sakit pada sabtu ( 22/10) siang, awalnya dirinya diagnosa keguguran dan harus dirawat inap dan di kurek untuk membersihkan sisa darah kegugurannya, namun dirinya takut ” saya takut dan tidak mau karena sakit, namun setelah mendapat penjelasan dari bidan santi bahwa kurek itu tidak sakit namun agak nyeri dan bidan tersebut menawarkan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri namun tidak ditanggung bahtreamas dengan harga Dua ratus ribu rupiah, akhirnya saya mau” katanya
” nanti obat itu di disuntikan ke infus ibu saat akan di lakukan kurek” kata fitri yang menirukan perkataan bidan santi yang piket saat itu.
Setelah malam tiba waktu untuk di lakukan kurek lanjut fitri, dirinya di jemput oleh sang bidan di kamar inafnya untuk di bawa keruang khusus untuk di kurek, dan ternyata saat itu bidannya berbeda, bukan bidan santi namun sudah berganti sip jaga ( jaga siang dan jaga malam berbeda), sebelum dirinya di bawa ke ruang kurek dirinya sempat menanyakan terkait obat anti nyeri kepada bidan yang datang menjemputnya,” bu kata bidan yang jaga tadi siang ada obat anti nyeri yang di pake di suntikan ke infus saat akan di korek, namun di bayar Rp.200.000, namun sang bidan menjawab tidak ada obat seperti itu” tuturnya
Sambungnya, setelah saat akan di korek, dirinya tidak melihat apapun yang di suntikan ke infusnya, hanya melihat pahanya di suntik kram saat proses korek berlangsung, namun tiba- tiba keesokan harinya saat akan keluar dari rumah sakit dan kembali pergantian piket, dirinya di mintai pembayaran sebesar Rp.370.000 yang dirinya kurang paham itu pembayaran untuk apa, karena dirinya menganggap bahwa obat anti nyeri itu tidak di gunakan, karena pada saat di korek dia tidak melihat suntikan obat di masukan dalam infus hingga dirinya merasakan nyeru yang cukup luar biasa sampai – sampai mengigit sarungnya dan bahkan sempat mengeluarkan air mata.
Sementara itu santi, bidan yang menawarkan obat kepada yang harganya Ro.200.000 menjelaskan kepada pasien bahwa pembayaran tersebut, berupa obat suntikan anti nyeri yang di suntik di infusnya, susu dan pelapis yang di gunakan untuk kurek, yang tidak di tanggung oleh kartu berobat Bahtramas , sambil memperlihatkan botol kecil bekas obat tersebut.
Di sisi lain suami pasien, andi sangat kecewa dengan apa yang di lakukan pihak rumah sakit” saya sangat kecewa terhadap bidan tersebut yang terkesan tidak transparan, logikanya jika istri saya di beri obat anti nyeri, otomatis di lihat dimasukan di infus, dan tidak sampai merasakan nyeri yang luar biasa, jangankan di suntikan keinfus obat anti nyeri tersebut, melihatnya saja tidak, jadi saya anggap obat tersebut tidak di gunakan, namun tiba- tiba pas kami mau keluar muncul pembayaran untuk obat anti nyeri tersebut” bebernya.
Pada dasarnya dirinya tidak keberatan masalah pembayaran kalau obat tersebut jelas di gunakan, namun ironisnya obat tersebut tidak di gunakan, dan lebih membingungkan lagi dirinya dua kali mengambil obat minum dan suntik beserta botol kecil berisi cairan, namun hanya satu botol+ suntik yang terpakai, jelasnya.