JAKARTA, KORANSULTRA.COM – Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam segera menjalani persidangan. Berkas penyidikan Nur Alam terkait kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008 hingga 2014 sudah dirampungkan penyidik.
“Hari ini telah dilakukan pelimpahan ke penuntutan barang bukti dan tersangka NA,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Selasa (31/10).
Febri mengatakan pelimpahan kasus ini bersamaan dengan berakhirnya masa penahanan Nur Alam. “Masa penahanan terakhir selama 30 hari pada tahap perpanjangan penahanan ke dua pada 1 November 2017,” kata Febri.
Rencanan persidangan, kata Febri, masih dalam pertimbangan penyidik KPK apakah akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta atau Sulawesi Tenggara.
“Rencana persidangan masih kami pertimbangkan. Jika akan dilakukan di Jakarta, KPK akan proses lebih lanjut ke MA,” kata Febri.
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 15 Agustus 2016. Ia diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Gubernur untuk mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi.
Berdasarkan hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar USD 4,5 juta atau setara dengan Rp 50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hongkong yang sebagian ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.
Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcorp 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.
Atas perbuatannya Nur Alam disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Nur Alam juga pernah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun seluruh permohonannya ditolak dalam sidang praperadilan yang dipimpin oleh Hakim Tunggal I Wayan Karya pada 12 Oktober 2016.
Sumber : kumparan.com