Wahyu Hidayat, ST
Analis Dirtekling Minerba, Dirjen Minerba, Kementerian ESDM
Mahasiswa Pasca Sarjana, Perencanaan Wilayah UHO
Berbagai argumen kegeologian telah menjelaskan tentang akibat terjadinya gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Donggala, Palu, Sigi dan sekitarnya. Yang menjadi pertanyaan terkhusus pada fenomena likuifaksi di Perumnas Balaroa, Kelurahan Petobo dan Desa Jono Oge adalah, “dari mana air yang menjadi salah satu unsur utama penyebab terjadinya likuifaksi itu?”
Fenomena likuifaksi di Kota Palu dan Kabupaten Sigi, tepatnya di Perumnas Balaroa, Kelurahan Petobo dan Desa Jono Oge, terjadi pada tanah atau material sedimen yang jenuh air. Guncangan mendadak akibat gempa bumi mengakibatkan tanah atau material sedimen yang tadinya padat dan jenuh air, sifat fisiknya berubah menjadi seperti cairan.
Kita kembali ke pertanyaan awal, dari mana air itu?
Jika dioverlay dengan Peta Cekungan Air Tanah (CAT) di Indonesia, lokasi terjadinya likuifaksi berada dalam wilayah CAT Palu. CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologik, didalamnya berlangsung proses pengimbuhan (peresapan), pengaliran dan pelepasan air tanah.
Deliniasi CAT Palu dengan metode sederhana menunjukkan bahwa lokasi terjadinya likuifaksi berada tidak jauh di bawah tekukan lereng yang masuk dalam daerah lepasan air tanah. Di daerah lepasan ini banyak dilakukan pengambilan air karena di sinilah air tanah melimpah. Bahkan secara alamiah akan memancar atau merembes ke permukaan tanah sebagai mata air. Jika dikaitkan dengan aktifitas patahan, maka mata air itu muncul melalui jalur-jalur lemah pada zona patahan.
Dilihat pada Peta Geologi (Rab Sukamto, 1975), ketiga lokasi terjadinya likuifaksi tersusun oleh Aluvium dan Endapan Pantai sifat materialnya lepas tak terkonsolidasi, berupa lumpur, lempung, pasir dan kerikil. Material sedimen ini penyebarannya mencakup hampir seluruh wilayah CAT Palu dan dibeberapa tempat di daerah lepasan bersifat jenuh air tanah. Air tanah yang masuk dan mengalir di CAT Palu, tidak hanya berasal dari peresapan air hujan di daerah imbuhannya, akan tetapi juga berasal dari aliran air bawah permukaan yang berasal dari batuan yang ada dibagian hulu dari CAT Palu terdiri dari batuan Molase Sulawesi Sarasin dan Sarasin, Batuan Metamorf dan Batuan Terobosan (Batuan Beku Intrusif).
Molase Sulawesi Sarasin dan Sarasin yang terdiri dari konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping koral, dan napal yang semuanya tidak terkonsolidasi dan hanya mengeras lemah. Pada batuan ini, sebagian air hujan akan mengalir melalui permukaan dan sebagian akan meresap dan mengalir melalui bawah permukaan. Pengaliran air akan menuju ke level yang lebih rendah dan sebagian akan masuk mengisi akuifer di CAT Palu. Akuifer adalah lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah cukup.
Bagaimana Batuan Metamorf dan Batuan Terobosan dapat menyumbangkan air ke dalam akuifer di CAT Palu? Sebenarnya tekstur kedua batuan ini tidak efektif menampung dan mengalirkan air tanah. Akan tetapi struktur batuan ini memiliki rekahan-rekahan yang dapat berfungsi sebagai tandon-tandon air yang akan menampung dan mengalirkan air menuju ke level yang lebih rendah. Terlihat bahwa level terendah di sekitar daerah tersebut adalah CAT Palu. Rekahan-rekahan pada batuan metamorf dan batuan intrusif ini terbentuk sebagai imbas dari pergerakan tiga lempeng besar dikenal dengan Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Pergerakan lempeng tersebut bahkan sampai “merobek” Pulau Sulawesi yang salah satunya adalah Sesar Palu Koro.
Selain pengimbuhan atau peresapan air yang terjadi dalam CAT Palu itu sendiri (air masuk melalui lapisan tanah dan batuan yang berada dalam wilayah CAT Palu), ketiga jenis batuan yang disebutkan diatas (berada diluar wilayah CAT Palu), yaitu Molase Sulawesi Sarasin dan Sarasin, Batuan Metamorf, dan Batuan Terobosan/Batuan Beku Intrusif, secara langsung maupun tidak langsung juga telah berkonstribusi memasok air menjadi air tanah dalam CAT Palu. Baik itu sebagai air tanah bebas maupun air tanah tertekan.
Jarak dan waktu pengaliran air tanah yang jauh dan lama (air tanah mengalir terus sepanjang waktu) untuk melewati beberapa jenis batuan di atas menuju CAT Palu, akan menjadikan CAT Palu selalu memiliki potensi air tanah yang cukup disepanjang tahun meskipun pada musim kemarau. Potensi air tanah ini sebenarnya adalah karunia yang sangat bernilai positif bagi kehidupan di daerah Kota Palu dan sekitarnya dengan tetap memperhatikan pemanfaatan ruang yang disesuaikan dengan daya dukung wilayahnya.
Sebenarnya, dalam setiap perencanaan dan pengembangan wilayah khususnya di Indonesia, akan selalu bersinggungan dengan kondisi tanah atau batuan yang karakternya sama dengan daerah likuifaksi di Palu dan Sigi. Akan tetapi, kondisi tanah atau batuan saja bukanlah syarat mutlak untuk terjadinya likuifaksi. Banyak syarat lainnya, misalkan, kedudukan muka air tanah, guncangan gempa, dan lain-lain. Oleh karena itu, kegiatan penelitian geologi perlu terus dilakukan, karena pada dasarnya, gempa bumi dan tsunami dan likuifaksi adalah sebagian dari bencana alam yang terjadi akibat proses geologi.(CJ*)