Begini Klarfikasi isu Hoax terhadap Desa Sampuabalo

Begini Klarfikasi isu Hoax terhadap Desa Sampuabalo
Begini Klarfikasi isu Hoax terhadap Desa Sampuabalo

Buton, Koransultra.com – Ketua himpunan pemuda pelajar desa Sampuabalo La ode Febrian Melalui pemberitahuan ini kami akan menyampaikan beberapa poin yang diharapkan mampu menjadi literatur penyeimbang terhadap kasus bentrok atau kerusuhan di Buton yang terjadi antara Desa Gunung Jaya dan Sampuabalo pada tanggal 5 juni yang lalu.kota kendari Senin 17 juni 2019.

Dimana telah beredar di media bahwa terjadi pembakaran di Desa Gunung Jaya dengan menghanguskan 87 rumah juga penyerangan etnis Laporo (termasuk Gunung Jaya) ke Desa Sampuabalo yang menewaskan dua warga, satu dari Desa Hendea (Buton Selatan) dan satunya dari Desa Karya Baru (Baubau).

Lanjut Bahwa kejadian bentrok antara Sampuabalo Vs Gunung Jaya ini telah terjadi selama beberapa tahun terakhir sejak tahun 2016.

Kejadian demi kejadian terjadi selalu bersumber dari permasalahan antara Siswa SMAN 2 SIOTAPINA, dimana siswa dari sekolah tersebut berasal dari beberapa Desa di Kecamatan Siotapina antara lain ; Desa Sampuabalo, Desa Gunung Jaya, Desa Kuraa dan Desa Manuru.

Umumnya pertikaian adalah antara siswa dari Desa Gunung Jaya dan Sampuabalo. Hal ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melibatkan masyarakat sekitar dengan profokasi isu etnis. Dalam beberapa pertikaian masyarakat Gunung Jaya selalu terlibat dengan membantu siswa dari desanya untuk melawan siswa dari Sampuabalo, baik itu mengeroyok, melempar ataupun merusak kendaraan siswa Sampuabalo.

Perlu diketahui bersama bahwa Desa Gunung Jaya dan Desa Kuraa adalah satu Etnis, sedang Sampuabalo satu etnis dengan Manuru.

Meskipu telah diadakan mediasi dan perjanjian agar siapapun yang berbuat melawan hukum akan diproses secara hukum namun hingga saat ini para pelaku kejahatan dari setiap kejadian tersebut tidak pernah ada titik terang.

Berbagai alasan seperti kurangnya jumlah penyidik di Polsek Sampuabalo, kurangnya Bukti, Kurangnya saksi dan lain sebagainya menjadi alasan pihak kepolisian hingga tiadak satu pun pelaku kejahatan ditangkap dan diadili.ujar febrian

La Ode Faisal Tokoh pemuda buton menyatakan sebenarnya dari beberapa kasus yang seharusnya menjadi bahan perhatian aparat dan pemerintah daerah ada beberapa yang dianggap menjadi pemicu terbesar antara lain adalah :
Kasus tawuran yang berujung pengeroyokan dan pengrusakan motor siswa Sampuabalo oleh masyarakat Gunung Jaya.

Meskipun sudah dilaporkan namun hingga kini tak ada kepastian hukum.

Dengan adanya kondisi ini masyarakat pun yang dirusak motornya sudah enggan melapor kepihak berwajib jika motornya dirusak misalnya di iris ban ataupun sadelnya dan lain sebagainya sebab percuma melapor tak akan ditindaki oleh aparat kepolisian.

Kasus tawuran antar siswa yang melibatkan kedua warga desa bentrok pada bulan Juli 2018. Kejadian menjadi bentrok antar warga sebab masyarakat Gunung Jaya yang ikut terlibat membantu siswanya menyerang siswa dari Sampuabalo.

Pada saat Aparat Kepolisian hendak melerai dan mau melindungi siswa Sampuabalo yang kalah jumlah oleh masyarakat Gunung Jaya, justru aparat kepolisian bersama siswa Sampuabalo dilempar oleh warga Gunung Jaya pula.

Akibat terkena lemparan Kapolsek Sampuabalo terjatuh dan tanpa sengaja menembaki kepala salah satu anggotanya hingga tewas.

Pada kejadian ini pula salah satu siswa dari Desa Manuru mengalami pengeroyokan oleh warga Gunung yang terjadi disekitar dihalaman Polsek Sampuabalo (di Desa Gunung Jaya).

Korban dua orang bersaudara (adik-kakak) bernama Tamin Saputra dan Faisal hendak berlindung ke Polsek Sampuabalo sebab dijalan menuju sekolah terjadi pelemparan namun naas warga Gunung Jaya malah mengeroyok mereka tepat di depan jalan raya sekitar depan Polsek Sampuabalo.

Aparat yang berusaha melerai pun gagal karena mendapat perlawanan dari masyarakat yang melakukan pengeroyokan.

Beruntung korban berhasil dilarikan ke Puskesmas Kumbewaha. Kasus ini sudah dilaporkan kepihak berwajib, tapi tak ada kejelasan pun sampai hari ini.

Pada bulan Mei 2019 lalu, tawuran siswa kembali terjadi setelah dilakukan mediasi di sekolah, siswa Gunung Jaya enggan untuk masuk keruangan sekolah tempat mediasi dan malah berpencar ke sekitar sekolah dan selang beberapa waktu mereka kembali melempar kearah sekolah secara membabibuta.

Sementara yang hadir untuk mediasi dan mendamaikan adalah orang tua siswa, pemerintah desa, aparat kepolisian.

Aparat kepolisian pun tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan lemparan tersebut.

Beberapa orang tua dan siswa terkena lemparan tersebut namun yang parah ialah seorang siswi kelas 2 IPA 1 dari Desa Sampuabalo bernama Wa Ode Hartin.

Siswi tersebut terkena lemparan dibagian kepala dan segera dilarikan ke Puskesmas Siotapina dengan luka jahitan sebesar 12 jahitan.ujar faisal

Lanjut Tentu membekas didalam hati masyarakat masing-masing desa. Ibarat luka yang selalu saja berdarah dari waktu kewaktu tanpa ada upaya penyembuhan dari luka ini.

Hal ini menjadikan masyarakat saling sensitive terhadap masyarakat lain, terbukti pada malam takbiran saat anak-anak Sampuabalo berkonvoi dan melewati Desa Gunung Jaya menuju ke Desa Kumbewaha, masyarakat Gunung Jaya merasa terusik dengan rombongan konvoi tersebut.

Saat rombongan konvoi tersebut pulang maka masyarakat yang merasa terusik seolah-olah anak-anak tersebut mengolok-olok masyarakat Gunung Jaya langsung diteriaki dan dilempari oleh warga Gunung Jaya. Saling lempar pun terjadi.

Keesokan paginya anak dari Sampuabalo yang hendak mendokumentasikan gerbang Desa yang isunya dilempari dan hendak dirusak warga Gunung Jaya dilempari dan dikejar oleh warga Gunung Jaya.

Beruntung anak tersebut berlari kearah Desa Sampuabalo, sementara motornya yang terlanjur diparkir tak mampu diselamatkannya dan dibakar oleh warga Gunung Jaya.

Melihat perlakuan ini, pemerintah Desa Sampuabalo langsung menuju ke Desa Gunung Jaya hendak melakukan mediasi dengan Kepala Desa Gunung Jaya, namun lagi-lagi tokoh yang akan melakukan mediasi pun dilempari oleh anak-anak Gunung Jaya.

Tokoh tersebut langsung melapor ke Polsek Sampuabalo, namun Kapolsek tak berada di lokasi.

Warga Sampuabalo yang tidak terima dengan perlakuan tersebut pun naik hendak membalas terhadap perlakuan masyarakat Gunung Jaya, Bentrokpun terjadi dan massa dari Gunung Jaya kalah dan berlari ke hutan. Massa yang terlanjur emosipun membakar rumah warga Gunung Jaya.

Keesokan harinya terjadilah penyerangan oleh warga Gunung Jaya bersama beberapa desa yang beretnis Laporo.

Berikut beberapa ulasan tentang kronologis kejadian pertikaian antara masyarakat Desa Gunung Jaya dibantu oleh desa-desa yang merupakan satu etnis dengan Gunung Jaya (Laporo) menyerang ke Desa Sampuabalo pada hari Kamis tanggal 6 Juni 2019.

Bermula pada sekitar pukul 08.00 sebelum Kapolda datang bersama Kapolres Buton, Aparat Brimob yang bersiaga di tengah jalan masuk sekitar 1 km dari pintu gerbang desa.

Meskipun di pintu gerbang pun banyak aparat kepolisian berjaga tapi massa tetap bisa menerobos masuk. Warga yang masuk tidak mendapatkan penghalauan yang serius dari pihak kepolisianhingga masyarakat yang akan menyerang Desa Sampuabalo tersebut mulai dihalau oleh aparat Brimob.

Namun, aparat Brimob pun tak mampu menghalau pergerakan massa, sehingga sekitar 09.00 terjadilah kontak fisik saling menyerang dan terjadi sekitar 100 m dari pemukiman warga.

Bentrok pun terjadi selama kurang lebih 20 menit sebelum akhirnya massa berhasil dipukul mundur oleh masyarakat Desa Sampuabalo.

Keesokan harinya pada tanggal 7 Juni 2019 terjadilah penyerangan kembali oleh pihak yang menyerang melewati jalur Kalase(Matanauwe) – Sampuabalo sekitar pukul 09.00.

Aparat kepolisian saat itu belum ada yang berjaga dijalur ini. Terjadilah bentrok terjadi hingga sekitar pukul 11.00 dan massa yang menyerang berhasil pula dihalau oleh masyarakat Desa Sampuabalo.

Penyerangan ini menyebabkan meninggalnya seorang warga dari pihak penyerang serta beberapa warga yang terluka dipihak Sampuabalo sendiri tidak ada yang terluka.

Massa yang menyerang pun berhasil dipukul mundur dan dikejar hingga mendekati Wilayah Desa Matanauwe.

Lalu wargapun meminta kepada aparat Brimob dan Polisi untuk menjaga arah jalan Kalase dan diutuslah dua regu untuk menjaga jalan Kalase tersebut.Selang beberapa menit dari penyerangan tersebut Kapolres menginformasikan masyarakat akan datangnya Kapolda Sultra hingga warga diperintahkan untuk melapas semua barang tajam dan meminta masyarakat untuk rapat bersama Kapolda di balai Desa Sampuabalo.

Sebagian warga pun berkumpul di balai desa namun sebagian tetap berjaga di posisi masing-masing.

Rapat dihadiri oleh pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan warga lainnya. Pada pertemuan tersebut Kapolda Sultra menyampaikan bahwa warga Desa Sampuabalo diperintahkan untuk melepas semua barang tajam yang mereka pegang dan mempercayakan keamanannya kepada pihak kepolisian.

Kapolda menjamin tak akan terjadi penyerangan lagi sebab aparat Kepolisian dan Brimob telah diperintahkan untuk menjaga Desa Sampuabalo. Pertemuan usai saat tiba waktu shalat Zuhur.

Setelah pertemuan tersebut pada saat Kapolda bersama pasukannya melaksanakn shalat zuhur terjadilah penyerangan besar-besaran dari penyerangan sebelumnya.

Aparat kepolisian dan Brimob yang berjaga berhasil dipukul mundur oleh warga yang menyerang.

Aparat Brimob pun lari terbirit-birit dan meminta bantuan kepada warga Sampuabalo untuk menghalau massa yang menyerang. Massa yang sudah melepas barang tajamnya karena himbauan Kapolda kembali mengambil barang tajam untuk menghadapi massa yang menyerang.

Perang pun terjadi hingga menyebabkan meninggalnya seorang dari pihak yang menyerang serta beberapa pula yang terluka. Sementara itu di pihak Sampuabalo korban luka hanya satu orang.

Beberapa pesan yang akan kami tuangkan dalam pernyataan sikap kami ini:

Kami harapakan agar pihak Kepolisian dalam hal ini Kapolda harus berbuat adil dalam menyikapi segala persoalan yang ada antara Sampuabalo dengan Gunung Jaya, serta mengevaluasi kinerja dari Polsek Sampuabalo dan Polres Buton dalam hal pencegahan dan penanganan masalah serta sumber-sumber konflik.

Tidak berbuat sepihak dalam menangkap pelaku pertikaian,bukan hanya dari Sampuabalo pihak dari Gunug Jaya maupun yang membantunya (etnisnya) pun yang membawa senjata tajam serta melakukan penyerangan terhadap Sampuabalo harus segera ditangkap.

Akan menjadi hal yang kurang etis kiranya jika kini pengembangan kasus dan perburuan selalu dilakukan terhadap pihak dari Sampuabalo, sementara Gunung Jaya dan warga Laporo lainnya yang membantunya tenang-tenang saja bersama keluarganya.

Kami yang tergabung himpunan pemuda desa sampuabalo sangat sayangkan tindakan penyidik telah menyiksa tahanan dari Desa Sampuabalo yang kini diamankan di Polda Sultra.

Kami juga menyatakan sikap agar para penyebar profokator yang membuat masalah menjadi besar dengan membawa isu suku (Laporo) yang menyebabkan orang-orang dari etnis Laporo terpancing untuk bersama-sama membantu Gunung Jaya menyerang Sampuabalo agar di tahan dan di proses sesuai peraturan perundang undangan.

Minta kepada penegakan hukum kepolisian supaya Mengupayakan rekonsiliasi perdamaian antar dua desa dan penyadaran terhadap segenanp etnis baik Ode maupun Laporo tentang persatuan dan jiwa Bela Negara.ujar La Ode Faisal.

Kontributor : Jani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *