Baubau, Koransultra.com – Lagi Negara dirugikan Rp 351.030.000 atas dugaan penyalahgunaan Dana Desa (DD) TA 2019 di Desa Lambusango Kabupaten Buton. Azudin selaku Kepala Desa (Kades) di lapor ke Polisi pada 04 Mei 2020 lalu.
Tidak hanya itu, Forum Aspirasi Masyarakat (FAM)
Desa Lambusango kembali adukan laporannya ke Inspektorat dan ke Bupati Buton pada Jum’at lalu, (22/5)
Kejanggalan itu diduga bermula dari RKD TA 2019 Pemerintah Desa (Pemdes) berupa program penataan ruang publik, jenis kegiatan penimbunan lapangan di Desa Lambusango sebesar Rp 601.927.000 dari DD.
Kepada wartawan (22/5), Herfin, warga desa Lambusango mengatakan, ada kejanggalan pada pengerjaan proyek dan pengelolaan DD TA 2019. Ia mulai kumpul beberapa data terutama data dari BPD. Pasalnya, ia menduga kuat bahwa penggunaan DD sudah diluar mekanisme Pasal 7 BAB IV Peraturan Bupati Buton Nomor 2/2019 tentang tatacara pembagian dan Penataan Rincian Dana Desa Setiap Desa di Kab. Buton TA 2019.
Dimana, pencairan anggaran proyek DD terbagi tiga termin (tahap), yakni tahap I (satu) 20%, tahap II (dua) 40% dan tahap III (tiga) 40%. Pada pencairan tahap I (satu) Pemdes mengeluarkan APBDes, tetapi anggaran itu masuk pada kegiatan modal Bumdes, katanya.
“Untuk mengeluarkan anggaran tahap II (dua) harus ada laporan realisasi capaian kegiatan sekurang-kurangnya 75%. cairnya pun tidak ditahu kapan, kita hanya dengar sudah di musyawarahkan,” ungkapnya.
Ditengah berjalannya proyek, kata Herfin, ia pun ikut sebagai pekerja penghamparan timbunan, dengan upah Rp 100/hari selama lima hari sesuai yang ditandatanganinya. Saat kegiatan selesai, dirinya mengaku dirinya tidak lagi bertandatangan di dalam LPJ.
“Menurut pengalaman saya, walaupun bertandatangan 100 ribu/perhari, tetap kita bertandatangan didalam LPJ Rp 80 ribu/hari,” terangnya.
Saat pencairan tahap II (dua) selesai, tibalah pada pengelolaan DD tahap III. Saat itu, Herfin coba konfirmasi ke BPD, terkait apa saja kegiatan DD tahap III, namun pihak BPD juga tidak tau menahu soal anggaran tahap III.
“Berjalannya waktu kami sudah tidak tahu, setelah menghadap ke BPD, ternyata BPD pun tidak tahu,” cetusnya.
Lambat laun DD Tahap III pun tidak diketahui, sehingga Herfin dan rekan-rekan di Forum menyepakati untuk melaporkan Kades. Alasan lainnya tidak adanya keterbukaan informasi dan transparansi kegiatan, katanya lagi.
Muncul kejanggalan lain, sebuah data yang diperoleh dari BPD, Herfin kembali jelaskan, bahwa total gaji pekerja yang diterima masyarakat atau Harga Orang Kerja (HOK) kurang lebih Rp 40 juta. Sementara, paling sedikit 30% dari anggaran itu adalah anggaran padat tunai yang akan dianggarkan untuk masyarakat.
“Setelah dikali 30% itu, dia mencapai kurang lebih Rp 180 juta, sementara yang diterima masyarakat Rp 40 juta saja untuk HOK nya, jadi disitu masih ada Rp 140 juta,”
“Sisa itu dia kemana, tetapi BPD juga tidak ada penyampaian itu, karena mereka dari awal memang bahasanya tidak tahu, begitupun jawaban Ketua dan Wakil Ketua BPD,” tanyanya dengan tegas.
Dugaan korupsi anggaran proyek dari DD kian terang. Pasalnya, surat laporan FKM Desa Lambusango tertulis komponen belanja modal bersumber DD pertanggal 25 Mei s/d 20 September 2019, dengan presentasi realisasi fisik 100% sebesar Rp 250.897.000.
Terjadi selisih anggaran sebesar Rp 351.030.000, dari total jumlah keseluruhan pencairan anggaran DD TA 2019 sebesar Rp 601.927.000. Perhitungan potensi kerugian Negara terhitung sejak Tahap I (satu), II (dua), dan III (tiga) atas pencairan DD tersebut.
Herfin berharap laporannya ditindaklanjuti, jika tidak pihaknya akan mencari terus sampai persoalannya selesai.
Hal ini kemudian ditanggapi langsung Wakil Ketua BPD Desa Lambusango, Rahman. Ia mengaku pernah di konfirmasi pertama terkait pengelolaan DD tahap II. Namun yang jadi persoalan hari ini, dana DD Tahap III (tiga), yang tidak pernah dikonfirmasikan juga tidak ditahu penggunaannya.
“Sebagai KPA seharusnya kita disampaikan itu tetapi jawaban Kades, Tidak usah urus yang tahun anggaran 2019,” tanya Rahman, sembari mengutip jawaban Kades Lambusango ini.
Rahman mengaku, pertanyaan yang diajukannya, karena mengingat dirinya sebagai seorang Wakil Ketua BPD. Sayangnya, ditepis Kades, sebab Rahman kala itu belum dilantik secara resmi, yakni terpilih bulan Juli dilantik Desember, itu alasannya, katanya.
“Kok kenapa kami disuruh tidak usah urus 2019, tapi nama lembaga kami diseret disitu, itu yang jadi polemik buat kami,”
Seharusnya, setiap tahapan itu ada penyampaian ke BPD, bawa kegiatan tahap II (dua) supaya ada pencairan tahap III (tiga), harus ada pencapaian presentasinya berapa, tetapi itu tidak dilakukan, sampai keluar tahap III kami tidak tau, kapan keluarnya dan penggunaannya apa,”.
Kami dari Juli 2019 sampai Desember kami tidak aktif full, karena ditahun itu tidak ada kegiatan, yang ada hanya kegiatan sarana publik, jadi hanya itu saja.
“Jadi kita temukan selisih anggaran dilapangan yang cukup besar,” pungkasnya Rahman.
Kontributor : Atul Wolio