Pelaku Pengeroyokan Penjual Ikan di Desa Tira Belum Jelas Hukumannya

Risman, S.H., bersama Darlin, S.H., selaku pendamping korban Wa Sardia, saat bersama Kapolsek Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan
Risman, S.H., bersama Darlin, S.H., selaku pendamping korban Wa Sardia, saat bersama Kapolsek Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan

Baubau, Koransultra.com – Kasus pengeroyokan oleh pelaku Wa Malingua (WM) kepada pedagang ikan, Wa Sardia (30) warga Desa Tira Kecamatan Sampolawa Kabupaten Buton Selatan (Busel) pada Rabu malam (24/6) lalu, mulai memanas.

Pasalnya, warga Desa Tira, khususnya Dusun Bala-bala dan Dusun Kancura begitu antusias mengawal kasus yang dialami WS.

Warga yang geram, bahkan mengancam bakal demonstrasi besar-besaran di Polsek Sampolawa. Gerakan ini bilamana Laporan dari korban (WS) belum sampai pada kepastian hukum.

Risman SH dan Darlin SH selaku yang mengawal kasus WS, terus berusaha menahan warga agar tetap bersabar dan menghormati proses hukum yang berjalan.

Risman SH menuturkan, hingga saat ini belum ada kepastian hukum sejak dilaporkannya pelaku Wa Malingua (WM) di Polsek Sampolawa Busel, pada 24 Juni 2020 lalu, sekitar pukul 20.00 wita.

Ia berharap, agar Senin besok (6/7) punya titik terang kasus ini. Takutnya jika belum ditemukan titik terang bakal timbul konflik horizontal dan konflik vertikal, kata Risman.

“Kalau belum ada titik terang kasus ini hari Senin, bisa akan ada pengelembungan massa aksi, untuk demonstrasi besar-besaran didepan kantor Polsek Sampolawa,” ungkapnya.

Terkait perkembangan kasus WS, Risman juga mengaku sudah konfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Kanit Polsek Sampolawa, Pak Makdan selaku yang menangani perkara ini, pada Minggu, (5/7).

“Kasus ini sudah tidak lama lagi akan di SPDP,” kata risman kutip pesan WhatsApp dari hasil komunikasinya kepada Kanit Reskrim Polsek Sampolawa.

“Harus ada kepastian waktu kapan kasus ini akan di SPDP, pasalnya penyataan pak kanit masih rancu dan abu-abu hari apa dan tanggal berapa SPDP itu akan dilakukan,” harapnya.

Sebelumnya, kepada Media ini korban WS mengaku tidak pernah tahu sebab kenapa dirinya dikeroyok pelaku Wa Malingua (WM) bersama teman-temannya di depan Balai Desa Tira Kecamatan Sampolawa, pada Rabu malam lalu.

“Saya tidak tau menahu apa motif pelaku, saya tidak pernah ada masalah bahkan tidak pernah ada dendam sama siapapun,” paparnya melalui sambungan telepon, (28/6).

Selain itu demi menghidupi kedua orang anaknya sehari-hari korban Wa Sardia, bekerja sebagai seorang penjual ikan. Usai insiden pengeroyokan yang dialaminya, dirinya sudah tidak lagi beraktivitas sedia kala.

“Bahu dengan lengan saya biru-biru ini pak. Badan saya sakit-sakit, jadi aktivitas saya sebagai profesi penjual ikan terganggu,” keluhannya.

Kronologis yang dialami korban WS, kala itu (24/6), usai tonton jalannya rapat sengketa tanah di Balai Desa Tira, ia pun niat pulang ke rumah, nahasnya, belum jauh ia berjalan musibah pun terjadi. Didatangi pelaku WM bersama beberapa orang temannya. WM memanggil dan tunjuk-tunjuk, lalu pertanyakan kehadiran korban (WS) di Balai Desa Tira.

Belum sempat korban menjawab, disitulah WS dikeroyok pada Rabu malam sekitar pukul 18.30 wita. Selanjutnya, pukul 20.00 wita, korban mendatangi Polsek Sampolawa guna melaporkan perbuatan WM.

Kurang lebih satu jam korban WS di periksa keterangan nya di Polsek Sampolawa (Busel). Setelahnya, korban WS di visum lalu balik lagi ke Polsek. Usai ditanyai kembali, WS balik ke rumah, kata WS.

“Pertama hanya satu orang yang tanya saya, sambil dia tunjuk-tunjuk saya, belum sempat saya menjawab dia tarik-tarik saya, terus temannya bukannya melerai malah ikut mengeroyok saya dari belakang,” akunya.

Korban juga mengaku, sudah menandatangani surat yang disodorkan pihak Kepolisian. Dua saksi, Ibu Watafia dan Yurni Yulianti besoknya (25/6), hadir di Polsek guna dimintai keterangan.

“Jangan berlarut-larut dibiarkan begitu saja, jadi mereka bisa sewenang-wenang membuat onar, jadi kasih tegas,” pintanya.

Saat dikeroyok Korban WS berusaha bungkuk (tunduk) guna menepis serangan yang diterimanya. Bahkan, ia menduga sekitar 7 orang yang turut mengeroyoknya.

“Saya rasa mereka ada unsur perencanaan, karena sejak keluar dari pintu gerbang Balai Desa, jarak saya dengan pelaku sekitar 7 meter. Saat saya belok kiri menuju Masjid, mereka lari-lari sambil menunjuk-nunjuk korban,” terang korban.

Atas kejadian ini, keluarga enggan berdamai, pasalnya tidak terima atas perlakuan pelaku dan teman-temannya.

“Untuk hinaan saya bisa terima, tapi untuk keroyokan saya tidak menerima, karena aktivitas saya sudah terganggu, badan sudah memar-memar dan harga diri saya jatuh,” pungkasnya.

Kontributor : Atul Wolio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *