PEMBANGUNAN PASAR SENTRAL LAINO, RAHA
Raha, Koran Sultra – Pembangunan pasar sentral Laino, raha kabupaten muna provinsi sulawesi tenggara tak kunjung rampung, terkait mangkrak nya proyek pasar sentral ini pihak Kejaksaan Negeri Muna telah melakukan kajian, demikian informasi yang didapati dari Kejari Muna.
Semestinya proyek pasar tersebut sudah rampung sejak 31 Desember 2016. Padahal proyek ini dibangun era kepemimpinan Bupati LM Baharuddin pada 2015 lalu, anggaran awal Rp 20 miliar. Pada 2016, ditambah lagi sebesar Rp 26 miliar, termasuk dana dari Tugas Pembantuan sebesar Rp 8 milliar, Proyek ini diketahui dikerjakan perusahaan Bintang Fajar Gemilang.
Setelah mandek dan bermasalah, diera kepemimpinan LM Rusman Emba ST meminta pendampingan hukum lewat Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, Pembangunan dan Daerah (TP4D).
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Muna, Badrut Tamam SH MH, mengatakan, Pemda Muna melalui Disperindag telah menyurati pihak Kejaksaan untuk diberikan pendampingan hukum.
” Betul, pada 6 Maret 2018 kami sudah menerima suratnya dan saya sudah perintahkan ke Ketua TP4D, (Kasi Intel Kejari Muna, Laode Abdul Sofyan. Red) dan Kasi Datun (Karimuddin. Red) untuk melakukan kajian atau telaah terhadap persoalan ini dan kordinasi pada pihak-pihak terkait,” ujarnya, Selasa (13/3).
Pihak Kejaksaan segera akan membentuk tim guna menyelesaikan polemik tersebut.
“Pertama kita akan melakukan kajian terhadap data-data dan fakta yang ada. Kedua, sesuai dengan keinginan dan persoalan yang timbul ini, nanti akan ada arahan-arahan dan petunjuk dalam penyelesaian ini,” sampainya.
Kepala Perindag Muna, Sukarman Loke mengatakan, Pemda Muna melalui Perindag telah menghentikan pengangaran pembangunan pasar tersebut. Hal itu disebabkan PT. Bintang Fajar Gemilang sebagai pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pembangunan pasar tersebut kendati sudah diberi kesempatan perpanjangan kerja selama 50 hari. Parahnya PT. Bintang Fajar Gemilang juga belum melakukan pembayaran denda pekerjaan kepada Pemda atas keterlambatan pekerjaan mereka.
” Dia putus kontrak, adendum pertama 24 Desember 2016. Kemudian dilanjutkan adendum kedua sampai 12 Februari 2017. Ini 50 hari kerja. Inilah yang didenda. Dendanya 1/1000 x 50 hari kerja x sisa volume. Maka itulah yang didapatkan,” ujar
Kata, Sukarman, tidak hanya kontraktor yang terlilit hutang pada Pemda , namun Pemda Muna juga terlilit hutang pada kotraktor sebesar Rp9,5 miliar.
“Jadi, pihak ketiga ada kewajiban bayar denda. Tapi Pemda juga punya kewajiban pada pihak ketiga. Jadi Pemda juga belum bayar kewajibannya pada pihak ketiga,” sebutnya
Terpisah, Hal tersebut di akui Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Muna, Ari Azis. Menurutnya, hingga saat ini Pemda Muna melalui BPKAD masih melakukan perhitungan seberapa besar denda yang harus dibayar oleh PT. Bintang Fajar Gemilang kepada Pemda dan seberapa besar Pemda Muna akan melakukan pembayaran pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
“Jadi, kami masih mau melihat posisi yang dikenakan denda itu, apakah yang 62% atau yang 93 persen. Nanti kita akan buat tim yang akan mengkaji terkait persepsi yang berbeda ini,” terangnya
Olehnya itu, guna memecahkan persoalan tersebut agar dalam proses pembayaran Pemda Muna tidak melanggar aturan, maka Pemda Muna meminta pedampingan hukum ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Muna. Hal tersebut berdasarkan surat Dinas Perindag Muna yang telah diterimanya.
“Saya juga melihat surat Perindag ini, minta pendampiangan kepada pihak Kejaksaan, terkait mencari solusi atas persoalan pasar ini. Saya juga belum dapat melakukan pembayaran, karena kami juga lagi menunggu kajian dari Kejaksaan terkait persoalan ini,” terangnya
Ari Azis berharap dengan adanya pendampingan hukum dari Kejari Muna, polemik tersebut dapat teratasi tanpa ada pihak yang dirugikan.
“Intinya kita menunggu proses-proses ini, bagaimana yang terbaik untuk daerah dan bagaimana yang terbaik untuk pihak ke tiga,” ujarnya.
KONTRIBUTOR : BENSAR