Pemukulan Hakim Tindakan Mencoreng Kehormatan Profesi Advokat

Hijriani, SH.,MH. Praktisi Hukum & Dosen Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
Hijriani, SH.,MH.
Praktisi Hukum & Dosen Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

Oleh : Hijriani, SH.,MH.
Praktisi Hukum & Dosen Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

Officum Nobile begitulah predikat profesi yang melekat pada advokat. Profesi yang luhur, mulia nan terhormat.

Kehormatan menyandang Officum Nobile menjadi batasan yang jelas dari hak imunitas advokat dalam menjalankan prakteknya mesti menjaga keluhuran, kemuliaan dan terhormat.

Jika bertindak sebaliknya, hak imunitas ini tidak bisa lagi dilindungi dan dijadikan tameng. Kehormatan profesi sebagai advokat tentulah menghadirkan tanggung jawab (Noblesse Oblige) penegak hukum yang gentleman (taat asas, taat aturan main, tidak mengedepankan otot/kekuatan, pantang menghalalkan segala cara serta pantang berbuat curang).

Seorang advokat dalam merawat kehormatan profesinya, memiliki komitmen profesi yang tercermin dalam “sumpah advokat”.

Komitmen tersebut merupakan perangkat moral yang harus tercermin dalam dalam setiap tindakan, sehingga perlu dibatasi dengan kode etik agar pelaksanaan profesi ini berjalan sesuai dengan koridor sumpah profesi advokat.

Sumpah advokat yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat salah satunya menegaskan bahwa advokat senantiasa menjaga tingkah laku dan menjalankan kewajiban sesuai dengan kehormatan, martabat dan tanggung jawabnya.

Tindakan pemukulan hakim yang dilakukan oleh oknum advokat saat pembacaan putusan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat merupakan tindakan yang menciderai lembaga peradilan dan merupakan Contempt of Court (penghinaan terhadap lembaga peradilan) bahkan berkwalifikasi sebagai perbuatan pidana.

Sungguh sangat disayangkan jika profesi yang mulia ini tercoreng dengan tindakan yang tidak menghormati nilai moral dan profesi hukum yang dianut oleh para penegak hukum di ruang sidang.

Seakan mempertontonkan ketidakdewasaan dan perilaku yang cacat norma di mata masyarakat. Padahal sejatinya tentu oknum tersebut memahami ada koridor hukum yang jelas, berupa upaya hukum lainnya ketika mendapatkan putusan yang tidak sesuai dengan espektasi.

Dengan hadirnya UU tentang Advokat sebagai dasar pijakan profesi advokat, kode etik sebagai pedoman advokat dalam melaksanakan aktifitasnya, membentuk lembaga yang mengawasi advokat, serta memberikan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat dalam memeriksa dan mengadili pelanggaran terhadap kode etik advokat yang mengandung unsur pidana, dan tentu pula tidak menghilangkan tanggung jawab pidana oknum advokat tersebut.
Ruang peradilan memang menjadi tempat beradu argumen, teori, fakta dan pembuktian untuk membela kepentingan hukum masing-masing pihak, dengan harapan dapat meyakinkan hakim untuk memenangkan mereka.

Disisi lain hakim harus memutus suatu perkara secara adil berdasarkan kejujuran dan hati nurani, sesuai dengan fakta hukum, obyektif, dan tanpa tekanan dari pihak mana pun.

Putusan yang ada pun tak lantas memuaskan semua pihak, karenanya perlu adanya kebesaran hati pihak yang kalah untuk tetap menerima atau melakukan upaya hukum lainnya.

Seorang advokat yang bekerja untuk mendapatkan keadilan demi kliennya, akan melakukan segala upaya demi terwujudnya hak-hak dan kepentingan hukum kliennya.

Untuk membangun kerja sama yang baik dibutuhkan kepercayaan yang tinggi sehingga terikat dengan komitmen yang tertuang dalam surat kuasa juga adanya honorarium atau fee yang disepakati bersama.

Inilah terkadang yang menjadi beban dan tanggung jawab bagi advokat untuk bisa memenangkan perkara yang dipercayakan kepadanya dalam persidangan.

Akan tetapi “segala upaya” yang dimaksud tidak melenceng dari koridor hukum yang diatur, baik yang diatur dalam UU maupun dalam kode etik profesi.

Hak imunitas advokat pun tidak bisa dipahami bahwa advokat bisa melakukan tindakan semaunya bahkan melanggar hukum, melainkan peran advokat dalam memberi perimbangan kekuatan (Equality of Arms) dalam proses hukum dan peran untuk menjaga peradilan yang tidak memihak (Due Process).

Advokat diharuskan bertindak untuk mengontrol dan mengoreksi mitra penegak hukum lainnya, agar terhindar dari kesesatan serta pelanggaran. Hal inilah yang menjadi imunitas advokat agar tidak mudah diintimidasi dan dikriminalisasi.

Kehormatan seorang advokat terletak pada kesungguhannya dalam membela kepentingan hukum klien berdasarkan kode etik profesi, saling menghargai dan menjaga kewibawaan hukum bersama-sama dengan penegak hukum lainnya serta mengedepankan tanggung jawab moral dan tanggung jawab hukum dalam masyarakat.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *