Penulis : Andriansyah Siregar
(Pimpinan Redaksi Harian Surya Pos “Suara Rakyat Konawe” 2009-2015)
(Pimpinan Redaksi Koran Sultra 2016-2017)


Unaaha, Pendidikan Politik bagi masyarakat merupakan satu point penting dalam pelaksanaan Pemilihan Umum yang berlangsung demoratis, Diketahui bersama Aspek tingkat partisipasi Pemilih dalam Pilkada menjadi salah satu gambaran berhasil tidaknya penyelenggara Pemilu dalam melaksanakan tugasnya.

Komisi Pemilihan Umum sebagai Penyelenggara dalma hal ini juga berperan besar dalam melaksanakan pendidikan politik bagi masyarakat pemilih, guna memenuhi persentase target tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada serentak 2018 dan Pemilihan Legislatif serta Pemilihan Presiden pada 2019 mendatang yang diharapkan mencapai angka 77,5 Persen.

Angka inilah yang menjadi salah satu tantangan bagi Komisi Pemilihan Umum untuk mencapai persentase masksimal dari point yang disebutkan diatas tadi, salah satu langkah yang secara instens mesti dilakukan yakni pendidikan politik bagi pemilih.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa sosialisasi bukanlah langkah yang cukup maksimal tanpa dibarengi dengan tatap muka langsung dengan masyarakat local, pemberian pemahaman kepada masyarakat akan arti pentingnya dari keikutsertaan partisipasi mereka dalam pemilihan umum adalah hak dan tanggung jawab mereka sebagai warga Negara yang baik guna menentukan arah masa depan Daerah ini lima tahun kedepannya.

Begitu pentingnya Pendidikan politik bagi masyarakat yang diharapkan dapat dilaksanakan secara maksimal oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara nantinya bisa ikut memerangi prilaku okum – oknum Anti Demokrasi yang kerap menjamur saat proses pelaksanaan Pemilukada yakni Politik Praktis – Politik Uang.

Memberikan pembekalan kepada masyarakat untuk bersama – sama mengawal dan melaksanakan tahapan pemilu kepala daerah untuk kepentingan bersama dapat meminimalisir sikap apatis sebagian kalangan yang kerap dikategorikan sebagai golongan Putih (Golput).

Pendidikan Politik Diharapkan Mampu Perkuat Peran Politik Masyarakat

Salah satu kegagalan dalam membangun Konsolidasi Demokrasi yakni tidak terwujudnya Pemilih Cerdas dalam mengambil keputusan di Hari H pemilihan, tentunya melahirkan pemilih cerdas tidak semudah membalikkan telapak tangan dan juga bukanlah suatu hal yang instan yang dapat dilakukan dalam kurun waktu yang singkat, butuh Proses perjalanan waktu yang secara terus – menerus melalui pendidikan politik yang akan mencerdaskan pemilih kita.

Posisi masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu memang berada pada posisi yang lemah. Selain posisinya yang pasif dalam proses pencalonan, seringkali mereka tidak punya pilihan karena terlalu dominannya partai politik menentukan figur calon kepala Daerahnya. Masyarakat harus menerima siapa saja calon yang diusulkan oleh Parpol meskipun terkadang calon yang diajukan termasuk calon yang bermasalah. Nah, jika masyakarat telah memiliki pengetahuan yang memadai tentunya saat proses pemilihan Masyarakat dapat memberikan dukungan pada Pasangan Calon yang dianggapnya dapat membawa kemajuan bagi daerahnya, sehingga menjadikan pelaksanaan Pemilihan Umum lebih berkualitas.

Dalam teori perilaku memilih, keputusan seseorang dalam membuat pilihan politik sangat dipengaruhi oleh sistem nilai politik yang menjadi keyakinannya. Sistem nilai ini dibentuk melalui internalisasi nilai-nilai politik yang dimulai di lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan kerja, namun Sayangnya, internalisasi nilai politik dalam keluarga di daerah yang terbatas menyebabkan mereka jadi buta terhadap politik.

Hal yang sama juga berlangsung di sekolah-sekolah. Sementara internalisasi dalam lingkungan sejawat, termasuk dalam hal ini pendidikan politik, tidak berjalan secara maksimal, jika tidak mau dikatakan gagal berfungsi. Akibatnya, kognisi politik pemilih menjadi dangkal sehingga berdampak pada kualitas pilihan yang dibuat.

Tentunya, hal ini tak boleh dibiarkan berlarut – larut sebab yang akan terkena dampak dan dirugikan adalah masyarakat itu sendiri, sebagai mana diketahui bersama aktivitas politik semakin dinamis yang terus bergerak dari waktu – ke waktu dan menuntut adanya peningkatan pemahaman masyarakat sebagai aktor utama. Kegagalan pendidikan politik ini harus segera dicarikan jalan keluarnya, jika ingin melihat demokrasi elektoral ini jauh lebih berkualitas.

Peranan Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan fungsi pendidikan politik kepada masyarakat selama ini telah ada dilakukan, namun tingkat efesien dan keberhasilannya yang belum pernah dilakukan evaluasi secara mendalam, sudah efektifkah pelaksanaan pendidikan politik pemilih yang dilakukan, dimana saja dan kepada siapa saja serta tingkat kehadiran masyarakat saat pelaksanaan sosialisasi pendidikan politik berapa persen sehingga hal ini dapat dijadikan acuan dan baha evaluasi kedepannya agar peran Komisi Pemilihan Umum dalam memberikan pendidikan politik kepaa masyarakat dapat lebih ditingkatkan.

Selama ini kegiatan yang dilakukan KPU baru sebatas kegiatan pelengkap dalam rangka pelaksanaan pemilu atau pilkada saja, sementara ruang untuk keterlibatan KPU ini cukup besar karena setiap kegiatan pemilu atau pilkada selesai dilaksanakan, komisioner dan staf sekretariat di KPU terkesan kehabisan pekerjaan, terutama di daerah. Padahal aktivitas politik ini berlangsung terus-menerus dan menjadi keseharian masyarakat. Dengan peran KPU, khususnya di daerah untuk memberikan pendidikan politik, maka akan membantu partai politik melaksanakan fungsi yang belum berjalan dengan baik.

Demokrasi yang baik tentu harus diikuti oleh masyarakat yang mengerti soal politik agar tidak mudah dibohongi oleh kekuatan politik mana pun. Sehingga menghasilkan kualitas demokrasi yang lebih bermartabat.

Menurut Ramlan Surbakti berpendapat bahwa sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat.

Masyarakat Berhak Tahu Penyelenggaran Pemilu Secara Transparan
Partisipasi politik adalah peran serta masyarakat secara kolektif di dalam proses penentuan pemimpin, pembuatan kebijaksanaan publik, dan pengawasan proses pemerintahan. Pemilu menjadi instrumen sangat penting dalam mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan tentang siapa yang berhak menjalankan organisasi yaitu negara Indonesia, baik di dalam lembaga legislative ataupun lembaga eksekutif.

Sosialisasi politik, walaupun hanya tentang pemilu, tetapi dalam kerangka yang lebih besar berkaitan erat dengan kepentingan Bangsa Indonesia untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang demokratis hanya terwujud apabila masyarakat sipil kuat atau berdaya. Kegiatan sosialisasi ini juga menjadi salah satu tugas dari Komisi Pemilihan Umum, meski begitu Secara umum, semua lembaga politik berperan dalam sosialisasi politik,seperti lembaga-lembaga negara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat nasional,
tingkat kabupaten/kota, dan terutama adalah partai-partai politik. Karena itu, KPU harus selalu
menjalin komunikasi dengan berbagai instansi pemerintah maupun dengan partai-partai politik peserta pemilu.

Peran KPU dalam sosialisasi politik secara garis besarnya yakni melaksanakan sosialisasi mengenai penyelenggaraan pemilu dan atau yang berkenaan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat. Sementara untuk menjalankan tugas di bidang sosialisasi ini secara struktural KPU memiliki akses kesemua wilayah untuk sebab secara geografis berada di setiap wilayah dibentuk kepanjangan tangan KPU. Pada wilayah propinsi terdapat KPUD Propinsi, di wilayah Kabupaten/kota dibentuk KPUD kabupaten/kota, di tingkat wilayah kecamatan dibentuk PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), di tingkat Desa/kelurahan terdapat PPS
(Panitia pemungutan Suara). Pada saat pemungutan suara, di tiap-tiap TPS terdapat KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).

Banyak aspek penting yang perlu dan harus dilakukan sosialisasi kepada masyarakat pemilih berkaitan dengan Pemilu di antaranya yaitu: manfaat pemilu, nama-nama peserta pemilu, ajakan untuk memberikan suara nanti pada saat pemungutan suara, tata cara pemilu, jadwal pemilu, khususnya pada tahap kampanye, tata cara pencoblosan, jadwal pemungutan suara dan pengumuman hasil penghitungan suara. Pesan-pesan dalam kegiatan sosialisasi
perlu dilakukan secara menarik, informatife, sederhana, dan mudah dipahami.

Selain itu KPU sebagai penyelenggara juga dapat menggunakan berbagai Media untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, baik dalam bentuk simulasi tata cara pencoblosan, pemasangan Iklann layanan masyarakat di Media Cetak, Elektronik maupun media daring (internet) dan itu semua telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, selain itu KPU juga dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam bentuk pemasangan sapnduk / baligho ditempat – tempat strategis, penyebaran brosur, stiker, dan sebagainya. Dan sebagaimana mestinya dalam melaksanakan sosialisasi pemilu, KPU berpegang pada Kode Etik Pelaksana Pemilihan Umum, hal ini mesti diindahkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Agar hasil kerjanya mendapat kepercaayan dimata publik, maka dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya para pelaksana pemilihan umum harus bertindak independen, nonpartisan, dan tidak memihak.

Untuk mewujudkan sikap independen, nonpartisan, dan tidak memihak itu, para pelaksana pemilihan umum harus melaksanakan pemilihan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan mematuhi Kode Etik Pelaksana Pemilihan Umum.

Sosialisasi politik, khususnya tentang pemilu sangat penting dilakukan agar penyelenggaraan Pemilu dari waktu ke waktu semakin berkualitas. Bagaimanapun juga pemilu telah menjadi harga mati sebagai mekanisme untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Sosialisasi politik yang berhasil dengan baik dengan sendirinya akan mendukung pemilu menjadi lebih baik. Pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya ataupun pemilu Kepala Daerah di berbagai daerah di Indonesia harus menjadi pelajaran tentang bagaimana harus menyelenggarkan pemilu dengan lebih baik.
Diakhir kata, Penulis berkeyakinan Bahwa penyelenggara kita terdiri dari orang – orang yang independen dan berkualitas, yang diharapkan mampu menyelenggarakan Pemilihan Umum yang Demokratis, Jujur dan Adil sehingga melahirkan pemimpin yang berkualitas yang dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat lima tahun kedepannya. (****)

Desain Terbaru

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here